Sabtu, 19 Maret 2016

PERLIDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN
A.    Pendahuluan
Setiap orang, pada suatu waktu, dalm posisi tunggal, sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya beberapa kelemahan pada konsumen, sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.  Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang bersifat universal juga.
Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negative bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan, dan lain sebagainya.

B.    Pengertian Konsumen
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebaga definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 1 Angka (2) UUPK menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak utuk diperdagangkan.

C.    Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen Indonesia adalah UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yan menjamin adanya kepastian hokum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi konsumen. (Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal 1.

D.    Definisi Perlindungan Konsumen Terdapat Pada Undang-Undang Republik
Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua Negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana konsumen dapat memilih barang/jasa karena jainan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu, pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar Negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keutungan degan kesetaraan posisi antara produsen dan consumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai Negara maju misalnya AS yang tercatat sebaga Negara yang banya memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen. (Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,(Bandung: Mandar Maju, 2000), hal.33.)

Hakekatnya, terdapat 2 instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:
Pertama, UUD 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui system pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua,  Undang-Undang No.8 Tahun 1999. Lahirnya undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen dan tentunya perlindungan konsumen tersebut tidak pula merugikan produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undagan yang berlaku, dan pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.
Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan kosnumen adalah :
1)    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2)    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang atau jasa.
3)    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4)    Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5)    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur da bertanggung jawab dalam berusaha.
6)    Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.

E.    Asas Perlindungan Konsumen
Penting pula untuk mengetahui landasan perlindungan konsumen berupa asas-asas yang terkandun dalm perindungan konsumen, yakni :
1)    Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlidungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2)    Asas Keadilan; pertisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3)    Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4)    Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanandan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5)    Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

F.    Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hak-hak konsumen adalah :
1)    Hak atas kenyamanan, kemanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
2)    Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3)    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa.
4)    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
5)    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6)    Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen.
7)    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secata benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8)    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barag dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9)    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Kewajiban konsumen adalah :
1)    Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan.
2)    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.
3)    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4)    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

G.    Sanksi
Bentuk sanksi yang bias dikenakan terhadapa pelanggar Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No.8 Tahun 1999 hanya ada 2 macam, yaitu :
1)    Sanksi administrative (Pasal 60)
2)    Sanksi pidana (Pasal 61-62) ditambah hukuman tambahan (Pasal 63).
Hanya saja pengaturan tentang kewenangan sanksi administrative dalam UUPK hanya bias diberikan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hal yang berbeda diberlakukan pada pengaturan sanksi pidana dalam UU No.8 Tahun 1999 ternyata dapat dikenakan langsung pada pelaku usaha yang melanggar beberapa ketentuan hukum perlindungan konsumen. Kebijakan pengenaan sanksi pada pelanggara hak konsumen seharusnya didasarkan atas pemahaman hubungan hukum yang akan dikenakan sanksi. Bentuk sanksi seharusnya mengikuti hubungan hukum yang diatur. Secara khusus pada Pasal 16 UU No.8 Tahun 1999 terdapat hubungan hukum perdata berupa perjanjian jual-beli makanan dengan system pesanan maka bentuk sanksi yang seharusnya dikenakan adalah sanksi keperdataan berup ganti rugi, pemabatalan perjanjian atau pemenuhan prestasi pada perjanjan.
Pemahaman ini sangat penting mengingat sanksi pidana serigkali digunakan sebagai ‘alat pengancam’ bagi pelanggar hukum suatu ketentuan hukum. Hal ini sangat tidak tepat jika dikaitkan dengan hakekat sanksi pidana sendiri sebaga ultimum remidium.

KESIMPULAN
•    Saat ini Undang-undang yang berfungsi sebagai “umbrella uct” bagi konsumen hanya Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
•    Perlindungan hukum kepada konsumen merupakan hal yang semakin penting disebabkan oleh factor-factor berikut :
-    Kedudukan konsumen yang relative lemah dibanding produsen.
-    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor penggerak produktivitas dan efisiensi produsen dalam menghasilkan barang dan jasa.
-    Perubahan konsep pemasaran yang mengarah pada pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas pada situasi ekonomi global.
-    Perlindungan hukum terhadapa konsumen diarahkan untuk mencapai tujuan, seperti: menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi serta menjamin kepastian hukum, melindungi kepentingan konsumen pada khusunya dan seluruh pelaku dunia usaha, meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa, memberikan perlindungan kepada kosumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.

Sumber:
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html
http://repository.ac.id/bitstream/12345678/12174/1/09E02091.pdf
http://www.tunardy.com/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku-usaha-bagian-1/
Jurnal tentang “Perlindungan Hak-Hak Konsumen”  Adery P.Winter,2003