Selasa, 31 Oktober 2017

ETHICAL GOVERNANCE-Kode Prilaku Korporasi

4. Kode Perilaku Korporasi

    Kode prilaku korporasi adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.

      Berikut pihak-pihak yang dievaluasi dan cara yang dapat dilakukan untuk kode perilau yang berkaitan dengan pihak-pihak tersebut :
  1. Pegawai. 
  • Memberikan pedoman yang lebih terinci kepada pegawai tentang tingkah laku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan.
  • Memberikan aturan tentang nilai-nilai kejujuran, etika nilai, keterbukaan, dan kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pegawai secara menyeluruh.
      2. Pemegang Saham
  • Menambah informasi-informasi yang dapat meyakinkan pemegang saham bahwa perusahaan, dikelola secara hati-hati, efisien dan transparan, untuk mencapai tingkat laba dan dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan ekspansi usaha.
      3. Masyarakat
  • Menentukan program-program yang (terutama yang berhubungan dengan pengambilan suber daya alam) tidak merusak keadaan lingkungan terutama baik tanah, air, maupun udara.

Sumber :
https://astridpurnamasary.wordpress.com/2015/10/07/etika-governance/
https://rezqyputri19.wordpress.com/2015/10/14/etika-governance/

ETHICAL GOVERNANCE- Pengembangan Stuktur Etika Korporasi

3. Pengembangan Struktur Etika Korporasi

    Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran, bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi "hati nurani" dalam mempunyai hati, tidak hanya sekedar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan ''(stakeholders).

     Selain itu dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance. Good Corporate Governance adalah tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan atau memengaruhi setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dari masyarakat yang bersangkutan. Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan "memaksa" perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.

    Pemerintah tentu ikut serta dalam mengembangkan struktur etika korporasi, salah satunya dengan menyusun Pedoman Umum GCG. Dalam Pedoman Umum GCG Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance, terdapat acuan-acuan bagi perusahaan dalam menjalankan etika korporasinya, salah satu contohnya terdapat dalam pedoman perilaku, antara lain :
  1. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi dan pihak lainnya.
  2. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan hadia ataupun donasi kepada pejabat negara aau individu yang mewakili mitra bisnis yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
  3. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.
  4. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan diproses secara wajar dan tepat waktu.
  5. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegag saham serta karyawan perusahaa dilarang menyalahgunakan informas yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham.

Sumber :
http://rezqyputri19.wordpress.com/2015/10/14/etika-governance/
http:/bayuadi1928.blogspot.co.id/2013/11/ethical-governance.html

ETHICAL GOVERNANCE-Budaya Etika

2. Budaya Etika

    Hubugan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika. Tugas manajemen puncak adalah memastkan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis, yaitu :

  1. Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan yang diinformasikan kepada orang-rang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
  2. Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
  3. Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
     Budaya etika menggabungkan unsur formal dan informal untuk memandu pemikiran dan tindakan karyawan, termasuk yang berikut ini :
  1. Etika kepemimpinan oleh eksekutif pertimbangan etika
  2. Sistem penghargaan memasukkan pertimbangan etika
  3. Perwujudan keadilan, perlakuan adil terhadap karyawan
  4. Buka diskusi tentang etika dalam organisasi
  5. Struktur otoritas yang menekankan tanggungjawab karyawa dan tangungjawab untuk mempertanyakan tindakannya sendiri dan kewajiban untuk mempertanyakan otoritas saat ada sesuatu yang salah
  6. Fokus organisasi yang mengkomunikasikan kepedulian terhadap karyawan dan masyarakat daripada kepentingan pribadi
  7. Kebijakan dan prosedur resmi (kode etik, praktik, perilaku)
  8. Kantor pendukung (misalnya, petugas etika)
  9. Struktur pendukung (misalnya pelatihan, dll)

Sumber :

Brooks, Leonard J., "Business & Professional Ethics for Accountants", South Western College Publishing, 2017

ETHICAL GOVERNANCE-Governance System

1. Governance System

     Istilah sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah". Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berart sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga Negara dalam melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara iu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejateraan rakyatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan sistem adalah sistem pemerintahan Negara dan administrasi hubungan antara lembaga Negara dalam rangka administrasi negara.

Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
  1. Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemiu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
  2. Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana parlementer memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensil, dimana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
  3. Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
  4. Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
       Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Sumber :
AICPI, Code of Professiona Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks, Leonard J., "Business & Professional Ethics for Accountants", South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F. and Brenda Shy Duska, "Accounting Ethics", Blackwell Publishing, 2003
Francis, Ronald D,. "Ethics & Corporate Governance", an  Australian Handbook UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prodising Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federatio of Accountants
Ketut Rinjin, "Etika Bisnis dan Implementasinya", Gramedia Pustaka Utaman Jakarta 2004
Northcott, Paul H, "Ethics and the Accountant", Case Studies, Prentice Hall of Astralia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: "Tuntutan dan Relevansinya", Kanisius, 1998 atau terbaru